Saat
masih duduk di kelas XII, dia punya mimpi yang -mungkin- hanya bisa menjadi
bahan tertawaan: menghafal Al-qur’an satu juz sehari. Bermodal doa, keyakinan,
dan kerelaan untuk melakukan perubahan ekstrem: tidur setengah jam sehari! Dia
membuktikan bahwa tak ada yang mustahil jika Allah mengizinkan hal itu terjadi.
Dia mengantongi sertifikat hafidzah sebelum ijazah SMA dia terima.
Kini,
mahasiswi Fakultas Kedokteran semester 6 ini adalah juragan kerudung dengan
omset 15-20 juta per bulan. Infaq rutin yang dia keluarkan setiap bulannya
berada pada angka tiga juta! Bukan hanya itu, dia adalah satu diantara 43
penerima beasiswa aktivis nusantara dari seluruh indonesia. Kini, dengan segala
aktivitas dan pencapaiannya, dia masih sempat menjadi Wakil Ketua Umum sebuah
Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat kampus.
Mau tahu
bagaimana ADK (Aktivis Dakwah Kampus) yang baru saja menginjak 21 tahun tepat
sembilan hari yang lalu ini mendapatkan berbagai pencapaiannya di usia semuda
itu?
Yuk mari,
belajar banyak dari seorang ADK luar biasa bernama Syayma Karimah.
Berawal
dari menjadi bahan tertawaan sampai ke jajaran penghafal Al-Qur’an
Sepertinya
akan seru kalau kita memulai kisah keberhasilan Syayma ini dari perjuangan dia
menjadi seorang hafidzah. Bagaimana dia memulai segalanya?
Ceritanya,
Syayma dulu menghabiskan masa SMP di sebuah boarding school, dimana di sekolah
tersebut ada program untuk menambah hafalan Al-Qur’an. Target hafalan yang
biasanya diselesaikan oleh para siswa disana adalah 3 juz.
Namun
karena tidak semua murid mempunyai kemampuan yang sama dalam membaca dan
menghafal Al-Qur’an, maka dibuatlah pembagian kelompok. Ada tiga kelompok saat
itu, yakni kelompok tahsin, tahfizh reguler dan takhossus.
Kelompok tahsin adalah kelompok dengan grade paling
bawah, yang mana anak-anak di kelompok tersebut harus mendapat bimbingan ekstra
karena bacaannya masih perlu diperbaiki. Anak-anak yang yang masuk di dalam
kelompok tahfizh reguler adalah mereka yang menghafal 5
baris sehari, dan anak-anak yag berada pada kelompok takhossus adalah mereka yang menghafal satu
halaman per hari.
Anda
tahu, calon bu dokter ini masuk ke kelompok mana?
Syayma,
dia masuk ke kelas tahsin! Grade paling rendah dari tiga grade yang ada saat
itu. Tapi bukan Syayma namanya kalau nggak ngeyelan. Dengan Pede nya, dia
menuliskan di sebuah kertas bahwa dia akan masuk ke kelompok takhossus.
Bukan cuma itu, dia menarget dirinya sendiri untuk bisa menyetor hafalan satu
halaman per hari (nggak tahu diri banget ya, padahal cuma masuk kelompok tahsin,
udah lagak jadi anak takhossus. Hehe). Praktis,
dia menjadi bahan tertawaan bagi beberapa rekannya yang lain.
Dengan
doa dan keyakinan yang tinggi, impian Syayma terwujud! Dia berhasil masuk ke
kelompok takhossus dan lulus SMP dengan mengantongi
hafalan 7 juz. Hebat ya.
Selepas
dari SMP, Syayma melanjutkan ke SMA di yayasan yang sama, SMAIT Al Kahfi.
Sewaktu di SMA, semangatnya justru menurun. Apa sebab? Jadi selama di SMP, dia
terbiasa menghafal bersama rekan-rekannya. Tapi begitu masuk SMA, rekan-rekan
yang selama ini menadi partner menghafalnya ini ternyata pindah sekolah.
Ditambah persaingan menghafal yang tidak se-ketat di SMP, Syayma kini berada di
titik terjenuh dalam perjalanannya menghafal Al-Qur’an. Seolah-olah semangat
dan modal “nggak tahu diri” nya yang dulu dia miliki kini menghilang begitu
saja.
Di
tengah-tengah spiritnya yang semakin kendur itu, Syayma teringat akan orang
tuanya. Hanya satu yang dia fikirkan saat itu: dia ingin memakaikan jubah dan
mahkota kemuliaan untuk orangtuanya di syurga. Fikiran itu muncul di kelas XII,
sebuah masa –yang kita ingat sendiri- apa yang kita lakukan di saat-saat itu.
Belajar, ujian, belajar, ujian lagi! Itu saja aktivitas rutin anak-anak kelas
XII. Iya kan?
Maka
sekali lagi, inilah hebatnya Syayma. Saat yang lain berfikir “gimana caranya
memaksimalkan waktu agar bisa lulus ujian dengan nilai terbaik?” Syayma justru
berfikir “gimana caranya di sisa waktu ini bisa menyelesaikan hafalan
Al-Qur’an”.
Lantas
apa yang dia lakukan?
Saat saya
menulis biografi tentang diriya ini, berkali-kali dia menekankan agar tidak mencantumkan
kejadian ini. Dia tidak ingin orang lain menganggap dia sebagai robot atau
manusia super yang bisa melakukan hal-hal mustahil. Tapi saya katakan kepada
dia, cerita ini harus ditulis, agar orang-orang di luar sana mengerti bahwa
tidak ada yang mustahil selama kita mau dan Allah mengizinkan. Maka, jangan
anggap Syayma manusia super ya. Nanti saya yang kena marah. Hehe.
So, what
did Syayma do?
Dengan
keterbatasan waktu yang dia punya (karena mendekati ujian nasional), dia
merencakana sesuatu yang -mungkin- mustahil untuk dilakukan. Syayma menghafal
satu juz perhari! Sekali lagi, satu juz perhari! Caranya? Dia menghafal mulai
dari ba’da maghrib sampai jam setengah 12 malam, lalu dia tidur setengah jam,
bangun lagi, dan menghafal sampai subuh.
Ba’da subuh
dia setoran setengah juz. Di waktu dhuhur dia memuroja’ah (mengulang)
hafalannya. Ba’da isya, dia setor lagi setengah juz. Jadi praktis satu hari,
dia bisa setor hafalan satu juz, dengan konsekuensi, dia harus tidur setengah
jam sehari!
Ini
hebat, sobat muda @FsdkIndonesia.. Mengingat
dia juga harus fokus dengan ujian-ujian yang akan dia hadapi. Belum lagi, dia
juga harus bertarung untuk memperebutkan satu kursi di perguruan tinggi negeri.
Bagaimana
dia bisa seyakin itu untuk memilih menyelesaikan hafalannya daripada berfokus
kepada ujian seperti kebanyakan orang?
Kata dia
“aku yakin Allah nggak akan menyia-nyiakan semua ini, mas. Dan alhamdulillah,
dengan segala kekuasaan yang Dia miliki, setelah masa perjuangan itu selesai
dan setifikat hafidzah itu aku pegang, Allah mengistirahatkanku dengan
menempatkan aku di Fakultas Kedokteran UNS melalui jalur SNMPTN Undangan”
Hebat ya,
sobat muda @FsdkIndonesia.. Ini bocah
emang bener-bener keren.
Sekarang
mari berbincang tentang bagaimana Syayma mengatur waktunya.
Dengan
segala kesibukan di kedokteran, bagaimana Syayma mengatur produktivitas
waktunya? (Sekedar informasi, waktu jaman saya masih jadi mahasiswa dulu,
beberapa kali kita anak-anak FK ini berangkat ke kampus sebelum jam 5 pagi.
Jadi waktu yang lain berangkat ke masjid pakai sarung, kita berangkat ke kampus
dengan pakaian lengkap dari kemeja tanpa dasi sampai kaos kaki. Hehe).
Saat
ditanya tentang bagaimana dia mengatur waktu, mengingat dia juga adalah Wakil
Ketua Umum sebuah UKM tingakt univ (UKM Ilmu Qur’an), Syayma mengatakan
“Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia. Jadi kita harus menutup
keran-keran yang bocor dari waktu-waktu yang terbuang itu. Kalo selama ini aku
mengaturnya dengan mengurangi waktu tidur aku. Biasanya aku tidur jam 11, dan
bangun jam 1 atau 2. Nah kuncinya harus seneng ngelakuin semua yang kita
lakuin. Kan hidup cuman sekali, kalo sesuatu yang kita lakuin terpaksa, ya rugi
banget hidupnya. Nah tapi kalo kita kita menikmati perjuangan kita, capek yang
seharusnya kita terima pun menjadi tidak terasa.”
Dia
kemudian menambahkan sedikit cerita inspiratif. Jadi, Syayma ini kenal dengan
seorang dosen dari FMIPA UNS. Beliau adalah doktor yang lulus dengan predikat
cumlaude, menjadi ketua salah satu lembaga sosial terbesar di Solo, dan
mempunyai kesibukan yang benar-benar padat luar biasa. Beliau belum menjadi
seorang hafidz, tapi beliu pernah mengatakan hal ini ke Syayma “ Mbak Syayma tolong doain saya ya, sampai hari ini masih
berusaha menjadi seorang hafidz qur’an, saya setiap hari menghafal satu ayat.”
Pesan
dari Syayma adalah “Jadi, kita yang cuman jadi mahasiswa doang, belom ada
tanggung jawab keluarga, masih muda, harusnya ngga ada alasan buat kita ngga
ngehafal qur’an. Jadi sekarang ataupun nanti, kita harus tetap berusaha menjadi
peghafal Al-Qur’an”.
Ckckck..
Hebat yak!
Menjadi
juragan kerudung
Titik
awal dari torehan Syayma yang satu ini terjadi saat ummi-nya terkena stroke.
Dia melihat betapa sang Abi harus mengeluarkan banyak uang biaya pengobatan.
Maka saat itu juga, dia mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa: Nggak boleh
lagi ngrepotin Abi! Walau sebenarnya, Syayma ini bukan berasal dari keluarga
yang tidak mampu. Kakak kandungya saja, Mas Marwan Hadid, beliau adalah CEO Sop
Durian yang kini memiliki ratusan outlet di seluruh indonesia. Omsetnya?
Miliaran! Jadi, Syayma ini adalah adik seorang miliarder. Ayah Syayma? Beliau
seorang anggota dewan!
Ketika
saya tanya, alasan apa lagi yang membuat dia tergerak menjadi seorang
entrepreneur, kata dia “Hm.. selain karena kebutuhan pengobatan Ummi, aku
sering lihat tumpukan proposal permintaan bantuan di meja nya Abi. Nah daripada
duitnya Abi buat aku, mending buat dikasih ke orang-orang yang ngajuin
proposal-proposal itu aja.”
Maka
setelah itu, dia memutuskan menjadi juragan kerudung (merek kerudungnya “Afra”,
Red. Tapi ini sensor ya. Di situs resmi tidak boleh ada iklan. Hehe.). Syayma
ini menjadi reseller di surakarta. Ketika ditanya mengapa memilih kerudung,
sebuah jawaban cerdas mengalir dari mulutnya “Karena kerudung itu kebutuhan
primer setiap muslimah, Mas.”
Dengan
bisnis yang dikelolanya saat ini, Syayma bisa memperoleh omzet hingga 15-20
juta per bulan. Hebatnya lagi, infaq yang dia keluarkan per bulan menembus
angka 3 juta! Bayangkan, untuk ukuran mahasiswi semester enam, bukankah itu
jumlah yang luar biasa?
Jadi
bagian dari Beasiswa Aktivis Nusantara!
Sebelum
bercerita tentang Syayma, sedikit saya ceritakan tentang Beasiswa Aktivis
Nusantara, atau kami biasa menyebutnya BAKTINUSA. Ini adalah porogram dari
divisi pendidikan Dompet Dhuafa yang memberikan beasiswa kepada 7 kampus (UI,
UNS, ITB, UNPAD, UGM, UNSRI, IPB). Dimana dengan seleksi yang sangat-sangat
ketat, dipilih beberapa aktivis dari kampus masing-masing untuk mendapat
beasiswa selama dua tahun. Meliputi uang bulanan 800 ribu perbulan selama satu
tahun, pendampingan karier pasca kampus, proyek sosial, training value, temu
nasional, dan sekian banyak program lainnya. Beasiswa ini merupakan salah satu
beasiswa paling bergengsi di kalangan mahasiswa diantara beberapa beasiswa
lainnya.
Dan
sekali lagi, Syayma membutikan kapasitasnya dengan menjadi salah satu diantara
para penerima manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara. Saat ditanya bagaimana proses
seleksi dan persiapannya, dia mengatakan bahwa awalnya dia minder, tapi
kemudian dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa setiap orang pasti punya potensi
dan keunikan yang bisa membuat orang lain tertarik dengannya. Nah, potensi dan
keunikan itu yang harus dimaksimalkan dan kita buktikan kepada dunia bahwa kita
memang istimewa sejak dari awalnya!
Mungkin
tulisan ini tidak bisa mewakili semua pencapaian dan sepak terjang seorang
Syayma, namun semoga saja tulisan kecil ini bisa memberikan kita inspirasi dan
meneguhkan kedudukan kita bahwa sampai kapanpun, orang-orang yang dekat dengan
Allah itu adalah manusia terbaik yang siap menjadi permata untuk zamannya. Maka
sudah seharusnya, para Aktivis Dakwah Kampus itu menjadi permata yang menghiasi
zamannya. Karena itulah takdir milik kita yang harus kita songsong
bersama-sama!
Terkahir,
ada pesan nih dari seorang Syayma buat kita-kita…
“Hidup
kita cuman sekali, kalo misalkan segala inspirasi yang kita hasilkan itu tidak
menjadi bagian dari ketaatan kita kepada Allah, itu percuma. Kan perintah kita
hidup di dunia ini untuk bertaqwa dan beribadah pada Allah. Pemuda itu ibarat
matahari tepat jam 12, paling kuat sinarnya. Maka berikan sinar itu untuk
saudaramu, tapi kamu juga harus memastikan bahwa kamu tetap kokoh. Tetap dekat
dengan Allah dan tetaplah menjadi isnpirasi untuk yang lainnya.”
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar