“Dek,
ini nasi bungkus yang kamu minta, sudah lapar kan?”
Adiknya
mengangguk sambil memegang bungkusan nasi yang sedari tadi ia tunggu untuk
memenuhi rasa laparnya.
“Kakak
mau? Ayo kita makan berdua nasinya. Ini terlalu banyak untuk mengisi perutku.”
Sambil
menunjuk perutnya memberitahu Kakaknya.
“Kakak
sudah makan Dek sebelum beli nasi ini.”
Tersenyum
kepada Adiknya sambil menunjuk nasi bungkus yang mulai dinikmati Adiknya itu.
***
Intan Hayati. Nama seorang anak
perempuan yang masih berumur 13 tahun, tinggal di perkampungan bersama 2
adiknya. Orang tuanya, entah, Intan pun tak tahu dimana mereka. Tetangga,
bahkan orang di daerah ia tinggal tak ada yang mengetahui keberadaannya. Hanya terdengar
kabar, mereka bertiga sengaja ditinggal agar tidak menjadi sasaran para deb
kolektor. Sayang, waktu itu Intan belum cukup besar untuk tak menolak saat diajak bermain
di taman bersama kedua adiknya. Sejak saat itu, Intan berusaha terus mencari
orang tuanya sambil mengurus adik-adiknya. Dengan berjualan kue-kue kering,
yang ia bawa dari para ibu-ibu pengrajin kue. untuk membantu
menghidupi keluarga kecil Intan dengan dua adiknya. Intan rela berkelilig dari pagi hingga sore hari hanya untuk menjajakan kuenya.
***
“Kue-kueee.. kuenya Kak, ada rasa
coklat, keju, durian juga ada loh Kak. Murah Kak, Cuma lima ribu aja buat Kakak
yang cantik.” Sambil tersenyum Intan menawarkan dagangannya ke setiap orang
yang ia hampiri.
“Kak Intan, Bapak yang disana mau beli. Biar
aku yang antar ya.”
“Iya, hati-hati Dek.”
Buru-buru sang Adik menghampiri si
Bapak.
“Bapak mau beli kue rasa apa? Ini ada
banyak rasa, kalau Bapak mau bisa dicoba dulu sebelum beli.”
“Kalau Bapak makan, terus Bapak nggak
jadi beli gimana?”
“Kata Kakak saya nggak apa-apa Pak, itu
berarti belum rejeki. Nanti ada rejeki yang lain buat saya.”
Sang Bapak bergumam…
“Emm… Kalo boleh Bapak tahu, kamu tinggal
dimana Nak?”
“Saya tinggal di Desa Sekar Asih, Pak.
Jadi, Bapak mau beli kue ini atau nggak?”
“Oh iya. Sini Bapak ambil semua kuenya, jadi
berapa?
“Wah. Alhamdulillah.. Semuanya jadi lima
belas ribu Pak.”
Si Bapak menangangguk sambil memberikan
uang.
***
Intan sudah terbiasa mengurus semua
kebutuhan keluarganya, Adik-adiknya pun tak pernah merepotkannya, mereka saling
membantu. Tak hanya membantu dalam keluarga, dengan tetangga dan orang-orang
sekitar pun mereka terbilang anak-anak yang ringan tangan. Para warga menyukai
mereka semua.
“Dek, kesini sebentar. Kakak mau bicara.”
Adiknya yang sedang asik bermain diluar
tergopoh-gopoh menghampiri Kakaknya.
“Iya Kak, mau ngomong apa?”
“Kamu suka yang mana Dek? Kanan atau
kiri?”
Adiknya memasang raut bingung pada
Kakaknya.
“Kamu kan sebentar lagi masuk sekolah,
ini Kakak ada sedikit tabungan, jadi Kakak Tanya kamu mau yang mana, biar nanti
Kakak belikan.”
Adiknya tahu betul Kakaknya sudah
bekerja keras, ia tidak ingin menyusahkannya lagi.
“Tidak Kak, aku masih punya tas lama. Itu
masih bisa dipakai, Kakak simpan saja uangnya untuk kebutuhan Kakak sendiri. Aku
mau main lagi ya Kak.”
Adiknya berlari memunggunginya sambil melambaikan tangan.
Adiknya berlari memunggunginya sambil melambaikan tangan.
Intan mengurungkan niatnya. Mungkin Adiknya
benar, suatu saat nanti akan dibutuhkan. Gumam
Intan dalam hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar