PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di
Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes,
pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan
kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT
AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda
Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings
Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific
Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit,
karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG
merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19
pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik
minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi
Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis
Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu
menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang
mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh
perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam
akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen
penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan
komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan
diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS
sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang
dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu
dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning
(Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini
memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara
terperinci.
Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan
harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil
dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT
AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan
permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG
tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur
Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas
pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus
tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap
kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa),
ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak
penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga “bahwa
dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan
transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun.
mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil
penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan
pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT
Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan
terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan
negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah
ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK,
AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus,
direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen
Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari
pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah –
dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara,
apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini
mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua
pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat
penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini.
Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia,
bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah
divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta
Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya
beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan
komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris
diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui
riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG –
yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak
tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang
melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers
(pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang
secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai
legitimasi untuk memperkarakanTempo.Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut
sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama
ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi
kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan
yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai
bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum –
baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi,
Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai
apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk
membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan
penggelapan pajak oleh PT AAG.
Begitu juga hal yang sama dipaparkan
pada berita dibawah ini:
VIVA news - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan, 14
perusahaan yang tergabung dalam grup perusahaan sawit Asian Agri menunggak
pajak selama empat tahun. Nilai total tunggakan itu mencapai Rp1,29 triliun.
Menurut Kepala Bidang Investigasi BPKP DKI Jakarta, Arman Sahri Harahap, ada empat modus yang dipakai Asian Agri dalam mengemplang pajak. Modus pertama, memperbesar harga pokok penjualan barang dari yang sebenarnya.
"Modus ini kami temukan dari adanya pengiriman uang kepada dua pegawai berinisial H dan E. Ternyata, uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya, sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," ungkap Arman di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2011.
Modus kedua, Arman menuturkan, dengan menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri dengan harga yang sangat rendah. Sementara itu, modus ketiga terkait manajemen fee.
Menurut Kepala Bidang Investigasi BPKP DKI Jakarta, Arman Sahri Harahap, ada empat modus yang dipakai Asian Agri dalam mengemplang pajak. Modus pertama, memperbesar harga pokok penjualan barang dari yang sebenarnya.
"Modus ini kami temukan dari adanya pengiriman uang kepada dua pegawai berinisial H dan E. Ternyata, uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya, sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," ungkap Arman di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2011.
Modus kedua, Arman menuturkan, dengan menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri dengan harga yang sangat rendah. Sementara itu, modus ketiga terkait manajemen fee.
"Ada kegiatan
jasa konsultan yang dimasukkan dalam biaya, padahal pekerjaannya tidak
ada," kata dia.
Arman melanjutkan, modus keempat
dilakukan dengan membebankan biaya ke dalam keuangan. "Perhitungan laba
rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya," tuturnya.
Sementara itu, besaran tunggakan pajak tersebut diperoleh BPKP setelah meneliti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) dan lampirannya yang disampaikan ke Kantor Pajak Tanah Abang 1 dan 2, kemudian membandingkan dengan buku besar Asian Agri, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil audit akuntan publik.
"Kami menghitung nilai transaksi yang ada buktinya, namun tidak ada di pembukuan. Lalu menghitung substansinya," ungkap Arman.
Menanggapi pernyataan ini, pihak Asian Agri mengatakan baru akan menyatakan pendapat usai memperoleh salinan BPKP. Sebab, laporan tersebut berbentuk tertulis, pihaknya membutuhkan waktu untuk mempelajari.
"Ini menunjukkan saksi belum siap karena dari 14, baru 10 perusahaan yang selesai," ujar kuasa hukum terdakwa Agri Suwir Laut, Luhut Pangaribuan. (art)
Sementara itu, besaran tunggakan pajak tersebut diperoleh BPKP setelah meneliti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) dan lampirannya yang disampaikan ke Kantor Pajak Tanah Abang 1 dan 2, kemudian membandingkan dengan buku besar Asian Agri, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil audit akuntan publik.
"Kami menghitung nilai transaksi yang ada buktinya, namun tidak ada di pembukuan. Lalu menghitung substansinya," ungkap Arman.
Menanggapi pernyataan ini, pihak Asian Agri mengatakan baru akan menyatakan pendapat usai memperoleh salinan BPKP. Sebab, laporan tersebut berbentuk tertulis, pihaknya membutuhkan waktu untuk mempelajari.
"Ini menunjukkan saksi belum siap karena dari 14, baru 10 perusahaan yang selesai," ujar kuasa hukum terdakwa Agri Suwir Laut, Luhut Pangaribuan. (art)
2.1 Komentar:
Menurut pendapat saya , kasus penunggakan pajak PT. Asian Agri telah
melakukan berbagai penyimpangan etika profesinya yang merugikan berbagai pihak
terutama Negara, karena dalam kasus ini PT. Asian Agri telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya, yaitu:
1. Tanggung jawab profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang wajib membayar pajak
setiap tahun, PT. Asian Agri tidak melaksanakan tanggung jawab dalam pembayaran
pajak tersebut dengan benar. Dikarenakan penyimpangan yang telah perusahaan
lakukan selama 4 tahun. Salah satunya seperti pengeluaran dana pribadi yang
seharusnya tidak dimasukkan ke dalam biaya perusahaan. Pada akhirnya menjadi
alasan perusahaan untuk tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan
kepada Negara.
2. Prinsip Kepentingan Publik
Disini PT. Asian
Agri tidak mementingkan kepentingan publik yaitu kepentingan Negara karena PT.
Asian Agri lebih mementingkan perusahaannya beserta anak perusahaannya untuk
mengambil keuntungan dengan tidak membayar pajak selama 4 tahun tersebut.
3. Standar
teknis
Setiap
perusahaan harus melakukan jasa professionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, perusahaan harus mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
sesuai dengan standar teknis selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas. Beberapa penyimpangannya antara lain menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri dengan
harga yang sangat rendah, sehingga perusahaan tidak membayar pajak sesuai
dengan yang ditentukan oleh Dirjen Pajak. Dan pada perhitungan laporan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Analisis Kasus:
Ø Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax
evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian
negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana
mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement).
Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan
terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas
teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu
penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian
besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
Ø Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan
dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada
celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di
pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of
court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan
itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat
menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed)
jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak
beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu
lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court
settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan.
Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu
perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga
masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian
penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif
terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung
ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group
meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat
diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita
bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling
menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Ø Tidak Hanya Urusan Pajak
Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah
satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group.
Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana
pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak
oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime)
dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang
tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian
uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan
uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat
menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar
dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri
(Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah
direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution,
Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang
biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan
oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus
Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi
keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro
TV, 8/1/2008).
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin
didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo.
Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi
mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak
Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan
fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil
and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat
pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).
Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya
transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa
digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan
selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan
pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai
dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara
lain.Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses
pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke
tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain untuk
menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram terebut (mengenai tahap layering,
lihat: Yunus Hussein, 2007). Ketiga, integrasi(integration) yang
merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang
bertujuan menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan/dinikmati
selayaknya uang halal.
Ø Berujung di Pengadilan
Berbeda dengan tindak
pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak
ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan
demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk
menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus
ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai
perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan
kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan
menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan.
Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan
membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan
yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.
Solusinya:
Pada kasus ini adanya
kejanggalan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Asian Agri menunggak pajak selama empat tahun. Nilai total tunggakan itu
mencapai Rp1,29 triliun.Hal ini merupakan penyalahgunaan
wewenang yang harus ditindak tegas.
Untuk mencegah hal itu
terjadi, Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang
ia lakukan.Kemudian kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkan kontribusi karyawan pada perusahaan. Perusahaan melakukan
pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuai dengan perkembangan
teknologi yang berkembang.
1.
Adakan evaluasi kerja sebagai tolak ukur
sistematis suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik.
2.
Prosedur Otoritas Yang Wajar
§
Harus ada batas transaksi untuk
masing-masing teller dan head teller.
§
Penyimpanan uang dalam khasanah harus
menggunakan pengawasan ganda.
§
Teller secara pribadi tidak
diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari nasabah untuk melaksanakan
transaksi atas nasabah tersebut.
§
Teller secara pribadi dilarang menerima
titipan barang atau dokumen pentingmilik nasabah.
3.
Dokumen dan catatan yang cukup
§
Setiap setoran/penarikan tunai harus
dihitung dan dicocokan dengan buktisetoran/ penarikan. Setiap bukti setoran/
penarikan harus diberi cap identifikasiteller yang memproses.
§
Setiap transaksi harus dibukukan secara
baik dan dilengkapi dengan buktipendukung seperti Daftar Mutasi Kas, Cash
Register (daftar persediaan uangtunai berdasarkan kopurs/masing-masing
pecahan)
4.
Kontrol fisik atas uang tunai dan
catatan
§
Head teller harus memeriksa saldo kas,
apakah sesuai dengan yang dilaporkanoleh teller.
§
Head teller harus menghitung saldo uang
tunai pada box teller sebelum teller yangbersangkutan cuti atau seteleh teller
tersebut absen tanpa pemberitahuan.
§
Setiap selisih harus diindentifikasi,
dilaporkan kepada head teller dan pemimpin cabang, diinvestigasi dan dikoreksi.
§
Selisih uang tunai yang ada pada teller
ataupun dalam khasanah harus dibuatkanberita acara selisih kas.
§
Area teller/counter/khasanah adalah area
terbatas dalam arti selain petugas ataupejabat yang berwenang, tidak
diperbolehkan masuk.
§
Teller dilarang membawa tas, makanan,
ataupun perlengkapan pribadi ke counterarea.
5.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit
yang independen
§
Setiap hari Unit Kontrol Intern harus
memeriksa transaksi-transaksi yang berasal dari unit kas.
§
Secara periodik saldo fisik harus
diperiksa oleh SKAI.
§
Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan
kas dadakan.
Sumber:
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar