ABSTRAK
Dalam menunjang
profesionalismenya sebagai akuntan publik auditor dalam melaksanakan
tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan.Namun selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi
kode etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan
praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum.
Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional. Tujuan dari
penelitian ini adalah Menganalisis bentuk-bentuk pelanggaran kode etika profesi
akuntansi yang dilakukan oleh akuntan publik Justinus Aditya Sidharta pada
kasus PT. Great River.
PENDAHULUAN
Profesi akuntan publik
menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa
atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional
independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa
atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur
yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan
pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi
suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik
yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan
oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa
konsultasi.
Guna menunjang
profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas
auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang
harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit.
Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor
dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama
melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas
laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan. Namun selain standar
audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur
perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama
anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung
jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku
profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan
profesinya.
Akuntan publik
atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki
posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien
yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen
(Agen) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal
ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak
eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain,
pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya
keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas
terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai
laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan
dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya
mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya.
. Namun sesuai dengan
tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu
perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau
keahlian saja tetapi juga harus independen dalam pengauditan. Tanpa adanya
independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan
hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa
pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan
oleh independensinya (Supriyono, 1988). Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam
SPAP, 2001) menyebutkan bahwa “Dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor “.
Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah
dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak.
Auditor harus
melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang meletakkan
kepercayaan atas laporan keuangan auditan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis
bentuk-bentuk pelanggaran kode etika profesi akuntansi yang
dilakukan oleh akuntan publik Justinus Aditya Sidharta
pada kasus PT. Great River.
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian yang dilakukan yaitu studi literatur seperti jurnal. Data
dikumpulkan dari beberapa sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh akuntans publik Justinus Aditya Sidharta pada kasus PT.
Great River.
Penulis
menggunakan teknik analisis dengan cara mengkaji fenomena kasus yang terjadi
disertai dengan argumentasi. Argumentasi yang dipaparkan merupakan sudut
pandang dari penulis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bapepam menyatakan
bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi
tersangka.Oleh Sebab itu Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28
November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta
selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan
Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. Dalam konteks skandal keuangan di atas,
muncullah pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik
rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti
permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah,
muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor
saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh
terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini
penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan
keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
PT. Great River
International sendiri mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang
diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2
juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari
Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November
1995.
PT Great River
International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh
tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih
sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Lonjakan laba bersih
itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil restrukturisasi
utang sebesar Rp 1,277 trilyun. Dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS,
Great River memperoleh potongan utang (hair cut) sebesar 85 persen atau untuk
setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu,
pos-pos yang tadinya untuk membayar utang, karena ada koreksi pembukuan,
berubah menjadi keuntungan. Secara langsung, pendapatan dari pos luar biasa
tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan, tetapi
mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana dialami
berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan keuangan
semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap
rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses restrukturisasi
yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun, sejak tahun 1998 tersebut
akhirnya membuahkan hasil dengan penandatanganan scheme buy back (skema
pembelian kembali) utang pada bulan Agustus 2002.
Pada tahun 2005, salah
satu pemegang saham PT. Great River International Tbk mengajukan diadakannya
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit
investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut,
akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit
investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf &
Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal
restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh
utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal
sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham
perseroan.
Kronologi Kasus
23 Nopember 2005
Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan
b. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya:
a. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan
b. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan
telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan
emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan
secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River
itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember
2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan
dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi
dengan instansi penegak hukum terkait.
29 Maret 2006
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.
17 Mei 2006
Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
28 November 2006
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus
dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan
akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia
juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik
(KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan
tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan
Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik
(IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang
Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin
apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan
atau IAI-KAP.
04 Desember 2006
Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
• Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
• Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
• Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
• Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006
Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
• Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
• Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
• Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
• Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006
08 Desember 2006
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu.
Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,” katanya.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu.
Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,” katanya.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
20 Desember 2006
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
02 April 2007
Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
1. Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
2. Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas maka dapat
disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kode etik akuntan
publik dan pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik Justinus Aditya Sidharta
:
1. Kasus PT Great River
International, Tbk diatas yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya
Sidharta, dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan
Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi
PT. Great River tahun 2003. Dalam konteks skandal keuangan di atas, muncullah
pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan
publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik
rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti
permasalahannya adalah independensi auditor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes S., 2012, Auditing
Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Salemba Empat,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar